Rss Feed
  1. Henry J. M Nouwen dalam bukunya berjudul “Kembalinya Si Anak Yang Hilang” menulis demikian:  “Dalam kata kembali, tersembunyi tindakan pergi. Kembali adalah suatu kedatangan setelah seseorang pergi. Bapa yang menyambut anaknya yang pulang begitu bergembira karena anaknya yang “telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali”. Kegembiraan besar dalam menyambut kembalinya si anak yang hilang menyembunyikan kesedihan hebat yang ada sebelumnya. Menemukan mempunyai latar belakang kehilangan dan kembali berarti menyimpan kepergian dibaliknya. Hanya jika saya berani menggali secara mendalam makna meninggalkan rumah saya dapat mencapai pemahaman yang sejati dari makna kembali ke rumah”.

    Penginjil Lukas menampilkan perumpamaan  tentang anak yang hilang untuk mengungkapkan belas kasih Allah yang tak berhingga, lebih dari kisah manapun di dalam injil.  Kisah ini ditempatkan bersama dua perumpamaan lain yakni perumpamaan tentang domba yang hilang (Luk 15:1-7) dan perumpamaan tentang dirham yang hilang (ay 8-10). Kisah ini memuat tiga tokoh utama yakni; anak bungsu yang pergi memboroskan harta dan kembali ke rumah, Bapa yang penuh belas kasih dan selalu memberi paling baik serta anak sulung  yang merasa terabaikan.

    Si Bungsu: Meminta Haknya & Meninggalkan Rumah

    Saya menyebut si bungsu sebagai anak muda yang malang. Dia pergi meninggalkan rumah dengan banyak uang dan kehormatan, menentukan sendiri jauh dari bapa dan masyarakat. Rumah adalah pusat keberadaan [saya], ada keamanan, perlindungan, dan damai sejahtera. Di dalam rumah ada suara yang selalu berujar; Bou, Mau Ulu, Bete, Anakku yang terkasih [Anak Sayang].  Meninggalkan rumah – melarikan diri dari tangan penuh berkat dan lari ke tempat yang jauh untuk mencari cinta.  

    Dia kembali dengan tangan kosong; uangnya (harta miliknya), kesehatannya, kehormatannya, dirinya, semuanya telah “diboroskan”. Kita menyaksikan ada kehampaan, kehinaan, kekalahan di sana, di dalam diri si bungsu. Suatu pemborosan yang memalukan dan memilukan.

    Mengapa kembali? Ingatan akan martabat keputraan yang amat bernilai membawa si bungsu itu kembali. Saat ia ingin diperlakukan seperti seekor babi, ia menyadari bahwa ia bukan seekor babi, melainkan seorang manusia, seorang anak dari bapanya. Kesadaran bahwa ia adalah putra, yang dikasihi.

    Bapa Yang Penuh Belas Kasih Memberi yang Paling Baik

    Bapa menunjukkan sikap autentiknya – kebapaan, belas kasihnya. “Ia berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia”.  Gerakan kasih semestinya demikian; menemui, menjumpai merangkul, mencium dan bahkan mengangkatnya ke tingkat yang tinggi.  Paus Fransiskus dalam Ensiklik Fratelli Tutti mengungkapkan demikian, “Kasih selalu berarti bergerak keluar dari diri untuk menyentuh wajah yang lain,  dimana ada kesakitan, luka, kekalahan dan berusaha memulihkannya. 

    Bapa menerima si Bungsu tanpa kalkulasi – perhitungan kerugiaan harta. Pemborosan harta diganti dengan pemborosan cinta. Pemborosan uang dibalas dengan pesta besar [bukan pesta pora]. Si pelamar kerja(upahan) dipulihkan menjadi anak.

    Inti kisah ini, kasih Bapa selalu berlimpah, tanpa batas, tak berhingga dan tanpa syarat. Bapa tidak pernah hilang, ia selalu menunggu setiap kepulangan tanpa peduli berapa kali kita pergi – meninggalkan rumah Kasih-Nya.  Hati Bapa mengandung cinta yang selalu menyambut kedatangan, cinta yang selalu ingin merayakan kedatangan kita. Ia selalu memberi yang paling Baik dan mahal. Memberi cinta, per-hati-an, dan segalanya secara berlimpah.

    Si Sulung : Hilang oleh Keirihatian

                Si Sulung salah paham tentang Kasih Bapa – baginya Bapa berbuat tidak adil terhadap dirinya dengan mempestakan si Bungsu. Ia mengalami kemarahan, terhadap ketidakadilan Bapa. “telah bertahun-tahun saya…..(ay. 29)”. Kasih bapa tidak bisa diprivatisasi menjadi milik perorangan. Kasih Bapa selalu terbuka kepada dan menjangkauu semua orang.

     Si sulung memang kalau dilihat dari luar, hidupnya tanpa cacat. Tetapi dihadapkan pada kegembiraan Bapa ia hilang oleh karena iri hati. Iri hati itu terpendam –membeku di dalam diri dan akan meledak. Si Sulung yang mengabdi, anak  teladan, tiba-tiba menampilkan sosol pribadi pendendam-sombong. Ia hadir tanpa kegembiraan.

    Membangun Persaudaraan

    Penginjil Lukas tidak menutup kisah ini dengan masuknya anak sulung ke dalam Pesta, dan kemungkinan bertobat. Penginjil membiarkannya terbuka dengan maksud supaya kita yang berhadapan dengan pilihan-pilihan hidup rohani yang sulit, percaya atau tidak percaya kepada kasih Allah yang senantiasa mengampuni. Diri kitalah yang membuat pilihan terutama pilihan akan persaudaraan yang tetap dan selamanya sebagai anak-anak Allah.

    Si sulung menyebut bapa hanya sebagai engkau, ia menyebut adiknya dengan anakmu, tetapi Bapa selalu menyebut si bungsu sebagai adikmu, dan anakku. Menjaga kasih persaudaraan dan menghapus dendam - permusuhan. Kita adalah saudara.  

    Berani Menjadi “sang bapa”

    Akhirnya, tidaklah penting mengidentikkan diri menjadi anak bungsu atau sulung; pelajaran berharga terletak pada keberaniaan menjadi ‘sang bapa’ yang setia mengampuni.

    Kita memiliki potensi untuk hilang dari “rumah bapa” – kesadaran akan Keputeraan hendaknya membangkitkan kita untuk selalu berada dalam kehangatan kasih Allah.

    Kehilangan – kepergiaan dengan alasan “pemborosan” itu memang menyakitkan - merugikan, tetapi pelajaran penting untuk kita adalah menemukan dan memberi yang paling baik dan mahal itu berkualitas surgawi. (27/05/2022 Rd. Ian Ck)

    Amin.

     

     


  2.  


    Dalam sejarah hidup manusia entah itu disadari atau tidak Allah yang diyakini sebagai Mahakuasa dan Maha Sempurna selalu bekerja sama dengan manusia. Pertanyaanya, Apakah Allah itu meragukan kuasa-Nya sendiri? Apakah Allah itu tidak percaya diri?? Tidak. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang setara dengan-Nya kendati serba terbatas justru dibutuhkan Allah sebagai Rekan kerja Allah. Dan di sinilah letak kemurahan Allah. Ia sendiri tidak melihat seberapa hebat dan kuat, lemah dan terbatas dari manusia. Yang Allah tahu adalah bahwa Dia membutuhkan kita sebagai abdi-Nya, pelayan-Nya dan perantara bagi sesama.

    Musa dalam segala kelamahan dan kelebihanya sebagai manusia, diangkat, dipilih dan dipakai Tuhan sebagai alat-Nya untuk menjadi perantara Allah dengan umat Israel. Allah mempercayakan Musa sebagai tanda dan berkat Allah bagi umat Israel sebab Allah sangat peduli akan derita dan sengsara umat-Nya Isarel di Mesir. Oleh Karena itu sebagai yang Maha Murah Allah membutuhkan manusia Musa sebagai tanda kehadiran Allah bagi Umat-Nya. “ Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka. Ya Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir” .

    Siapakah Musa itu sehingga Allah bercurhat kepadanya dan mempercayakan dirinya sebagai tanda kehadiran Allah? Apakah dia (musa) seorang malaikat yang langsung tiba-tiba datang dari surga? Apakah dia juga seorang yang hebat di hadapan Tuhan dan sesama? Tidak. Musa hanyalah manusia biasa yang tugasnya sehari-hari menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya. Ia tidak lebih dari itu. Tapi mengapa sampai Tuhan mempercayakan tugas suci kepadanya?

    Ada beberapa keutamaan yang Tuhan lihat dari Musa, sehingga diberi kepercayaan sebagai tanda kehadiran Allah
    1. Rendah hati dan setia terhadap tugas: Musa sadar akan tugasnya sebagai anak mantu. Kerja dengan tekun dan setia, sekali pun hanya sebagai seorang gembala kambing domba, Ia tidak gengsi dan tidak malu. 
    2. Tanggung jawab terhadap tugas yang dipercayakan mertua kepadanya : Musa selalu ada bersama kawanan ternaknya dan tidak membiarkan mereka hilang dan tercerai berai.
       
    3. Pasrah dan percaya akan kuasa Allah: Musa mengikuti apa yang Tuhan kehendaki. Sekali pun bagi manusia berat, tetap bersama Allah yang akan mengutusnya pasti ia bisa. Allah mengutusnya bukan supaya Musa pun turut tersiksa dan sengsara seperti orang Israel. Allah mengutusnya, karena Allah memerlukannya.

    Itulah kisah panggilan dan per utusan Musa. Lalu bagaimana dengan kita??? Apakah kita beda dengan Musa? Kita pun sampai detik ini masih diperlukan Allah. Allah membutuhkan kita sebagai tanda kehadiran NYA bagi sesama. Allah tahu siapa diri kita. Banyak kekurangan dan kelemahan, tapi itu bukan menjadi masalah bagi-Nya untuk membutuhkan kita. Apakah kita yang karena kelemahan dan kerapuhan yang suka jatuh cinta dengan dosa dan salah masih juga dibutuhkan Tuhan?? Ya. Tuhan masih memerlukan kita. Namun ada juga syaratnya : 

    1. di hadapan Tuhan dan sesama jangan pernah menganggap diri paling baik, benar dan paling suci hanya karena mau menutup-nutup kekurangan dan kesalahan. Rendah hatilah di hadapan Tuhan sebab Tuhan tahu siapa diri kita, lebih dari kita mengenal siapa diri kita. “sangkamu orang-orang Galilea itu lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain karena mereka mengalami nasib yang demikian? Tidak, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat kamu semua pun akan binasa dengan cara demikian. 
    2. Pergunakanlah kesempatan yang diberikan Tuhan secara baik sehingga keselamatan itu sungguh benar-benar menjadi milik kita. Tuhan yang telah tahu siapa sesungguhnya diri kita, terus memberi kesempatan kepada kita untuk Berubah dari kesalahan dan dosa ( Jalan pertobatan) agar kita bisa menghasilkan buah yang menghidupkan dan menyelamatkan baik untuk diri maupun sesama. “Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini, namun tidak pernah menemukannya. Sebab itu tebanglah pohon ini” oleh karena itu, Berubahlah dari sikap, kata-kata, pikiran keinginan dan perasaan yang salah baik terhadap Allah, sesama dan juga diri sendiri.
       
    3. Sebagai manusia yang punya kekurangan dan kelemahan janganlah saling menjatuhkan dan saling menghina. Namun janganlah pula sama-sama kompak untuk memelihara dan menyuburkan keburukan dan kebusukan dosa. Tapi saling menopang, saling menguatkan dan saling menyadarkan dengan semangat tobat. “tuan biarkanlah dia tumbuh selama setahun ini lagi. Aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya. Mungkin tahun depan akan berbuah. Jika tidak, tebanglah!

    Tuhan memerlukan kita, (anda dan saya) dan Ia tidak menuntut banyak dari kita. Yang ia butuhkan hanyalah selalu ada hati untuk-Nya. Hati yang mau berubah, hati yang mau bertobat. Sungguh! Tuhan mencintai Kita. Amin. (20/03/2022 Renungan HM Prapaskah III Rd. Eddo)


  3.  


    Natu Tarsisius, pria paruh baya asal Maumere Pulau Flores. Ia hanyalah seorang Guru honor di sebuah Sekolah swasta Sekolah Menengah Pertama. Sebuah sekolah di tempat terpencil berbatasan dengan laut Australia, Selandia Baru dan Timor Leste. Berprofesi sebagai Gurulah caranya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pria hitam manis ini pun menjadi sosok pekerja keras melayani umat Paroki St. Yohanes Rasul Webriamata.

    Perjuangan dan pengorbanan Natu Tarsisius ternyata tidak sia-sia. Ia adalah sosok yang Mampu hadir sebagai Guru bagi peserta didiknya dan telah mencetak banyak generasi penerus bangsa yang sukses lewat dunia Pendidikan. Ia juga hadir sebagai Ayah yang setia bagi istri, anak-anak dan cucu-cucunya.
    Ambei Sius sapaan akrabnya adalah seorang leadership ketika berprofesi sebagai ketua DPP dan DKP Paroki St. Yohanes Rasul Webriamata. Ia pribadi yang sangat populer dalam kegiatan pastoral bahkan Ia telah mendedikasikan sepenuh waktunya bagi Gereja dan Bangsa melalui Pendidikan.

    Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan. Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan Abadi - Frank Matobo. Ini adalah kata-kata yang tepat dari Frank Matobo untuk Natu Tarsisius. Pria yang hanya berprofesi sebagai seorang Guru honor ini, percaya jika pengorbanan yang dilakukannya akan memberikan edukasi, motivasi bagi generasi penerus Bangsa dan Gereja untuk kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.


     


  4. Hari Minggu Prapaskah II

    Allah adalah Setia. Ia setia pada janji-janji-Nya, terutama janji keselamatan bagi umat manusia. Kesetiaan Tuhan bagi manusia merupakan bukti cinta kasih-Nya sebagai pencipta dan penyelemat. Abram (Abraham) memiliki keyakinan akan janji Allah bagi dirinya dan keturunannya. Ia diberi berkat keturunan, tanah, negeri yang luas oleh Allah.

    Dalam masa Prapaskah, kita diundang untuk mengalami kemuliaan Tuhan di dalam sikap tobat yang sejati. Kemuliaan Tuhan selalu membuat orang merasakan damai, aman dan sejahtera. Namun untuk mencapai kemuliaan, kita dituntut untuk setia dan teguh mengalami Salib. Sebab di ketinggian saliblah terpancar kemuliaan Allah.Yesus adalah Kristus, Mesias yang menderita. Kemuliaan-Nya di dalam Salib.

    Semoga perayaan ini membawa kita kepada kemuliaan Tuhan di Tabor, meneguhkan jalan  kita menuju Yerusalem yakni sengsara wafat dan kebangkitan.


    Dari Tabor Menuju Yerusalem

    (The Transfiguration of Jesus)

    Hari Minggu Prapaskah II

    Kej 15:5-12.17-18   Filipi 3:17 – 4:1  Lukas 9:28b-36

    Tranfigurasi Yesus:

    Transfigurasi; berasal dari akar kata trans artinya diseberang dan figura (bentuk) – perubahan bentuk atau penampilan. “Ketika Yesus sedang berdoa, wajah Yesus berubah, dan pakaiannya menjadi putih berkilau-kilauan”. Peristiwa ini terjadi setelah enam hari (versi Lukas), delapan hari setelah Yesus (versi Markus) menubuatkan tentang rahasia kematian Anak Manusia. Peristiwa ini disaksikan oleh ketiga orang rasul yakni; Petrus, Yakobus dan Yohanes di sebuah gunung yang menurut tradisi disebut sebagai Gunung Tabor (meskipun Injil tidak menyebutkannya secara jelas).

    Di atas gunung hadir Musa dan Elia; di sini memuat representasi Hukum dan Nabi. Musa adalah pemberi hukum Taurat dan Elia dianggap sebagai nabi terbesar (ada nabi besar- nabi kecil). Keduanya berbicara tentang tujuan kepergiaan Yesus yang akan digenapinya di Yerusalem. Kata kepergiaan-Nya di (bukan ke) Yerusalem (exodus – keluaran) secara halus untuk menyatakan kematian. Mesias itu akan menjadi mesias yang menderita. Mesias yang menderita itu akan masuk ke dalam kemuliaan-Nya.

    Kisah ini berlanjut dengan keterpesonaan ketiga Rasul akan kemuliaan Tuhan di atas gunung itu hingga memunculkan logika Petrus untuk mendirikan kemah. [Guru Betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekrang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia]. Petrus melupakan inti pesan bahwa Yesus harus melewati penderitaan-Nya di Yerusalem. Tidak benar jika Petrus menyarankan untuk mendirikan kemah; yang bermaksud untuk membangun ketetapan, kediaman.  Jelas saran Petrus bertentangan dengan penyampaian dari Elia dan Musa. Yeus harus berjalan dari Tabor menuju Yerusalem, dari kemuliaan menuju kepada penderitaan.  Mesias harus turun dari Gunung Kemuliaan dn menempuh jalan sukar ke Yerusalem di mana IA akan menderita dan mati. Yesus harus melanjutkan ziarahnya sampai tuntas – selesai.

    Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa transfigurasi bertujuan untuk memperkuat iman para rasul untuk mengantisipasi sengsara-Nya; pendakian ke gunung tinggi mempersiapkan pendakian ke Kalvari. Kesengsaraan Kristus mengandung harapan Kemuliaan (bdk KGK 568).

    Tranfigurasi adalah kesempatan Yesus melibatkan para rasul untuk mengalami keistimewaan surgawi, dengan maksud sementara bukan permanen.  Transfigurasi; puncak penetapan Yesus sebagai anak Allah, yang dipilih dan ditetapkan untuk penebusan dan penyelamatan manusia. Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia [ayat 35]. Manusia dituntut untuk mendengarkan-Nya. Mendengarkan Tuhan – sikap iman yang di dalamnya memuat kesiapan untuk menaati dan menghidupi Sabda_Perkataan Tuhan.

    Kemuliaan Semu

    Sebagai Gereja yang membangun persekutuaan umat Allah, yang bermisi di tengah dunia, kita mempunyai saat-saat istimewa untuk mengalami kemuliaan Tuhan. Mengalami kemuliaan Tuhan paling istimewa terjadi di dalam Ekaristi. Mengalami kemuliaan di dalam Salib Kristus. (Ada pengampunan – Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat).  Mengalami kemuliaan Tuhan di dalam setiap tantangan, kesulitan, kejatuhan dan keterpurukan hidup kita. Kemuliaan Tuhan selalu membuat kita merasakan kedamaian, ketenangan, kelegaan, ketakjuban, dan kesejahteraan.

    Namun, tidak bisa dihindari jika dunia sekarang dilanda kemuliaan semu atau glorifikasi. Kemuliaan semu - sesuatu yang tampak selalu menyenangkan tubuh bukan jiwa, bersifat sementara. Sesuatu yang keliru diagung-agungkan, ada gangguan mental. Sesuatu yang selalu dikejar tetapi tidak digengam. Sesuatu yang pudar nyalanya. Atau dalam bahasa Santo Paulus kepada Jemaat di Filipi; Kemuliaan kita adalah aib mereka (bergosip - puas membicarakan kejelekan – bahagia menghina kesuksesan orang lain), juga di dalamnya ketidaksadaran akan keberdosaan, ketidaksadaran akan kerapuhan, ketidaksadaran akan kesombongan.  Tuhan mereka ialah perut mereka; perut dalam kitab suci berarti kepuasan – napsu, keserakahan dan juga kelemahan. Pikiran mereka selelu tertuju kepada perkara duniawi. Hendaknya pikiran kita di arahkan kepada perkara surgawi – perkara yang di atas – yakni keselamatan jiwa dan kebahagiaan kekal.

    Transformasi

    Peristiwa transfigurasi Yesus haruslah membawa transformasi (ada perbedaan signifikan antara transfigurasi dan transformasi). Transformasi berarti perubahan bentuk - di dalamnya juga terangkum perubahan perilaku, sikap hidup. Pertama, Transformasi Iman. Perubahan yang pertama adalah dari keraguaan kepada keyakinan teguh bahwa Allah selalu menepati janjinya, bahwa Allah setia menuntun hidup manusia kepada tujuaan.  Abraham dalam ketidaktahuaan - berani keluar dari Ur- Kasdim ke tanah yang dijanjikan olah Tuhan. Perjalanan Abraham, hanya karena percaya bahwa Tuhan menepati janji-Nya. Ia mendapatkan keturunan yang banyak, tanah terjanji. Kedua, transformasi pendidikan. Pendidikan bertujuan meraih kemandirian. Kemandirian berpikir. Kemandirian membaca. Kemandirian bekerja. Kemandirian belajar. Kemandirian berdoa. Kemandirian Mengajar dan mendidik. Transformasi pendidikan harus terjadi dari kemalasan menjadi kerajinan. Dari keterlambatan menjadi disiplin. Dari kekacauan-keributan menjadi ketertiban. (ini bukan soal anak didik tetapi pendidik).  Ketiga, Transformasi Lingkungan: sembarang membuang sampah – buang sampah pada tempatnya. Merusak lingkungan – pemulihan kehidupan. 

    Kiranya transfigurasi Yesus memantapkan iman kita akan kemuliaan Salib yang membawa penebusan dan keselamatan. Kita selalu bergerak bersama Yesus dari kemuliaan Tabor menuju Yerusalem. Dari penderitaan di Kalvari menuju kemuliaan salib dan Kebangkitan serta kenaikan Yesus. Jalan kemuliaan dan kemenangan adalah jalan salib. Kiranya, kita pun yang mengalami Kemuliaan di dalam Ekaristi ini dibentuk, diubah untuk setia dan teguh dalam menghadapi kenyataan iman di dunia ini. Jangan membangun kemuliaan semu lalu kehilangan kemuliaan sejati di dalam Tuhan. Selamat mengalami kemuliaan Tuhan – selamat bertransformasi. Semoga kemuliaan Tuhan tinggal padamu sekarang dan selama-lamanya. Amin (Rd.Ian Ck)


  5. Serah Terima Jabatan Pastor Paroki

    Sabtu, 12 Maret 2022

    Pastor paroki adalah pemimpin sekaligus Manager dari institusi yang terorganisir yang disebut degan Paroki (bdk. Kan 519). Uskup menunjuk Pastor sebagai gembala yang pantas bagi Paroki. Seorang Pastor Paroki sadar bahwa ia wajib menjalankan wewenangnya sebagai perpanjangan tangan Uskup dan dalam teladan Kristus, gembala yang baik, wajib memelihara jiwa-jiwa umat beriman yang dipercayakan kepadanya. Pastor pembantu ditugaskan oleh uskup untuk membantu Pastor Paroki dalam menggembalakan umat beriman. Pastor pembantu sebagai rekan kerja Pastor Paroki, sangat dibutuhkan dalam membantu Pastor Paroki menunaikan kewajibannya demi mewujudkan kesejahteraan Rohani.


    Pada tanggal 07 Maret 2022 bertempat di pendopo pastoran diadakan audit keuangan, administrasi dan aset oleh Vikjen dan Ekonom Keuskupan Atambua selanjutnya dilaksanakan pelantikan dan serah terima jabatan oleh Rm. Edmundus Sako, Pr (Deken Malaka) di Paroki St. Yohanes Rasul Webriamata. Rm. Frederikus Oeleu, Pr menggantikan Rm. Hieronimus Kore, Pr sebagai Pastor Paroki yang akan dibantu oleh Rm. Kristianus Kali, Pr.

    Terima kasih kepada Rm. Hieronimus Kore, Pr atas tugas pelayanan di Paroki Webriamata selama 10 tahun 8 Bulan. Proficiat dan selamat bertugas kepada Rm. Frederikus Oeleu, Pr. (Edi Nahak, 12-03-2022)







  6. Foto bersama OMK Putri Paroki Webiamata



    Foto Bersama Group Vokal Amici Voice Binaan Rm. Edo, Pr



    Kegiatan SINODE bersama Pastor Paroki Rm. Edo, Pr