Rss Feed

  1. Dalam Injil kita kenal beberapa rasul –murid  yang terzolimi; misalnya Yudas si Pengkhianat, Petrus si Penyangkal, Zakheus si Pendek, Maria Magdalena, Si Pelacur yang bertobat, DAN Thomas si Peragu.

    Story Intro

    Kemarin setelah Paskah saya bertemu beberapa orang di dunia ini. Mereka menceriterakan pengalaman paskah khususnya dalam ibadat Jalan Salib. “Romo, Jalan Salib kemarin bagus sekali”, ujar seorang bapak. “Syukur dan terima kasih. Ambei ikut jalan salib kah?.  Jalan Salib Hai, anak Romo. Saya dengar anak-anak dong cerita bilang bagus jalan salib tahun ini. Katuas fiar oa sia kan cerita kah? Fiar ew, anak Romo. Berbahagialah Bapak yang tidak Ikut jalan Salib tapi mendengar cerita, yang tidak melihat namun percaya.

    Ada tiga pokok permenungan saya;

    Thomas si Peragu yang Percaya

                    Pada perayaan Minggu Paskah kemarin, saya menguraikan gerakan kasih para murid Yesus yaitu; berlari; melihat dan percaya. Untuk memahami sikap iman Thomas, penting untuk menjelaskan hubungan melihat dan percaya. Saya melihat maka saya percaya – atau Saya tahu maka saya percaya, saya percaya maka saya tahu.

    Pada hari Minggu Kerahiman ini kita diajak pula untuk bermenung dan belajar dari sikap Iman Tomas. Injil menceriterakan Thomas (Didimus) sebagai Rasul yang percaya setelah ragu-ragu. Sebelum menjadi murid Yesus, ia adalah seorang nelayan yang tidak memiliki perahu seperti halnya Petrus dan Andreas alias ABK (Anak Buah Kapal).  Mungkin ini pula yang bisa menjadikan dia sangat hati-hati – pesimistik dan cepat menyangka akan terjadi sesuatu hal buruk. Saya memberi pandangan yang berbeda dari kisah Thomas hari ini yakni;

    Thomas adalah rasul yang independen dalam pemikiran

    Ketika Tuhan menampakkan diri kepada murid yang lain, Thomas tidak ada bersama mereka, sehingga ketika mereka menceriterakan pengalaman penampakan Tuhan; “Kami Telah Melihat Tuhan”, ia spontan menunjukkan sikap KERAGUAN dengan maksud hendak memastikan kebenaran ke bangkitan dan penampakan Tuhan. “Hau musti kare kane fitar besi baku fatik, no hau koko ba kanek iha Yesus liman no sorin, foin hau fiar  kaak, Nia Moris nikar tian. “Sebelum Aku melihat bekas paku pada tangannya dan mencucukkan jariku pada lambung-Nya, sekali-kali aku tidak percaya”.

    Saya teringat akan kuliah pengantar filsafat – awal mula lahirnya pengetahuan adalah keraguan (skeptisisme) – perntanyaan – melahirkan jawaban – jawaban melahirkan pertanyaan sampai pada tahap kesimpulan.

    Keraguan tidak mengantar Thomas kepada Kebodohan – Kepicikan, justru memberikan perspektif kebangkitan untuk menjadikan dirinya Saksi dan Pewarta Injil yang setia. Hal ini dinyatakannya dalam pengakuan Imannya; Ya Tuhanku dan ALLAH-ku. Ia yang tidak melihat , kemudian percaya. Percaya berarti mengakui ; Ama ne haukan Ulun; Ama hau kan Maromak.  Yesus katakan demikian; Tomas, o fiar tan o mare modi matan duuk, mais sotir liu tenik bodik ema mak fiar, masik sia la nare Ha’u nodi matan duuk. Kita adalah orang-rang yang tidak meihat tapi percaya.

    Memelihara Damai Sejahtera - Kmanek no Dame.

    Orang-orang Kristen biasanya pada hari  minggu mengucapkan Selamat Hari Minggu. Tuhan memberkati. God Bless You atau. Hari ini kita mendengarkan salam dari Tuhan yang bangkit; Damai Sejahtera bagi Kamu.  

    Berkat (barokah- barekh), memuji, mengucap syukur dan memberkati.  Ada SELAMAT di setiap pagi, siang dan malam, di setiap Senin –Minggu.  Damai Sejahtera – (Syallom) hendak menjelaskan keselamatan jiwa raga (keselamatan mendalam dan menyeluruh) sebagai anugerah Tuhan yang bangkit – Allah senantiasa dan selalu hadir bersama manusia.

    Yesus yang bangkit tidak saja memberikan salam damai tetapi menghembuskan Roh – supaya para murid menjadi pewarta yang berani. Syallom inilah yang kita renungkan di dalam ekaristi pada bagian DOA Damai. Pax Domini sit semper vobiscum – (Yoh. 20:12).

    Pertambahan Jumlah Pengikut Kristus – Yang percaya kepada Kebangkitan Kristus.

                    Dalam Bacaan II – Kis 5:12-16, diceriterakan pertambahan jumlah Pengikut Kristus oleh karena warta kebangkitan yang dibawakan oleh para rasul.

    Jumlah pengikut Kristus – Jumlah Umat Katolik dunia, 1,33 Milliar jiwa (2020), Katolik Indonesia, 8,42 Juta (3,09%) dari total penduduk 272,23 juta jiwa; Keuskupan Atambu 300ribuan jiwa, Umat di Paroki Webriamata (2021) 1636 Kepala Keluarga – 9000-an Jiwa. Berdasarkan data statistic tentu selalu ada peningkatan jumlah pemeluk Agama Katolik.

    Secara kuantitas – Kita adalah pemeluk Agama Katolik Mayoritas di Malaka. Namun apakah ini bisa membuktikan kualitas iman kita? Saya melihat adanya kemajuaan sekaligus kemerosotan kualitas iman. Kemajuaan Iman – sensus fidei (citarasa iman) – Yesus Yes, Gereja Yes. Namun tidak bisa dielak bahwa ada kemunduran dengan beberapa alasan mendasar di antaranya;

    1.       Digitalisasi Iman – Iman Melayani  Digital. 

    Dunia dibungkus rapi dalam dimensi emoticon (sekali klik). Kemanusiaan dan kebajikan hidup serta Sensus Fidei diabaikan – disingkirkan. Dunia ini “lihat dulu baru percaya”, Klik dulu bertemu kemudian, VC dulu baru yakin]. Manusia lebih percaya – kukun tur dari pada kehadiran Tuhan dalam Sakramen. Manusia lebih percaya omongan ketua suku daripada Sabda Tuhan. MAKA…..

    Tantangan pewarta bukan seja meyakinkan orang beragama lain akan kebangkitan Kristus – Tetapi meyakinkan domba-domba-Nya bahwa rumput di dalam Gereja Katolik memang segar dan menggemukkan. Lebih dari itu selanjutnya, meyakinkan bahwa Yesus Kristus adalah Alfa dan Omega, Awal dan Akhir, . “Jangan Takut ! aku adalah yang Awal dan yang Akhir, Aku adalah yang hidup, aku telah mati dan lihatlah, Aku hidup sampai selama-lamanya.

    2.      Bermain di Zona “Jangan Terlalu”

    Salah satu sebab berkurangnya jumlah pengikut Kristus adalah adanya kelompok orang yang suka bermain di zona JANGAN Terlalu. “Melihat tetangga atau teman rajin berdoa ia berkomentar: “Jangan terlalu kudus” (jangTEKU),  lihat teman  rajin ke gereja di bilang; jangan terlalu rajin; buat biasa sa – jang telalu lebe-lebe (jangTELE). Dia yang hanya komentar; Jang telalu komentar; (JangTEKO)

    Kita memang bermain di zona abu – abu. Zona yang lebih buruk dari keraguan Thomas. Zona yang tidak bisa dijadikan batu loncatan iman. Zona abu-abu; yang bisa menjadikan orang menjadi terlalu nekat atau sebaliknya jadi pengecut. Thomas berani mengatakan sikap imannya dan berani mengakui; Ya TuhanKu dan Allahku. Sedangkan banyak di antara kita yang bermain dalam Iman yang abu- abu – tidak jelas; biasa-biasa saja. Melihat tapi tidak percaya, apalagi tidak melihat.

    Sebagai penutup; izinkan saya mengutip puisi berjudul  Pemeluk Agama karya Joko Pinurbo. Puisi yang menggambarkan apakah kita pemeluk Agama sejati atau bukan.


    Pemeluk Agama (Karya Joko Pinurbo)

    Tuhan bertanya kepadaku,

    hamba-Nya yang serius ini,

    "Halo, kamu seorang pemeluk agama?"

    "Sungguh, saya pemeluk teguh, Tuhan."

    "Lho, Teguh si tukang bakso itu

    hidupnya lebih oke dari kamu,

    nggak perlu kamu peluk-peluk.

    Benar kamu pemeluk agama?"

    "Sungguh, saya pemeluk agama, Tuhan."

    "Tapi Aku lihat kamu nggak pernah

    memeluk. Kamu malah menyegel,

    membakar, merusak, menjual

    agama. Teguh si tukang bakso itu

    malah sudah pandai memeluk.

    Benar kamu seorang pemeluk?"

    "Sungguh, saya belum memeluk, Tuhan."

    Tuhan memelukku dan berkata,

    "Doamu tak akan cukup. Pergilah

    dan wartakanlah pelukan-Ku.

    Agama sedang kedinginan dan kesepian.

    Dia merindukan pelukanmu.



  2. Kita membuka pekan suci dengan merayakan Minggu Palma (Palm Sunday- Bet Tahan(Tetun)). Minggu Palma merupakan pekan yang dipersembahkan untuk memperingati dan merayakan sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Yesus telah berkeliling, sambil berbuat baik; menjadikan yang lumpuh berjalan, yang buta melihat, yang tuli mendengar, yang dikuasai iblis dibersihkan dan lainnya; kini Ia memasuki Yerusalem untuk merayakan Paskah dan menunjukkan kemuliaan Allah.

    Kita berdiri dan akan berarak dengan Palem di tangan dan berseru; “Hosana putera Daud, terberkatilah yang datang dalam nama Tuhan.”  Kita mengenangkan peristiwa Yesus masuk ke Yerusalem sebagai raja damai, Penebus dan Juruselamat dunia. Meski pun Yesus disambut dengan sorak-sorai; ia tetap menunjukkan kepada kita jalan kerendahan hati dalam menghadapi kemenangan. Karena kemesiasan Yesus – Mesias yang menderita; disalibkan; wafat dan bangkit pada hari ketiga. Itulah pula mengapa ia memasuki Yerusalem dengan menungang seekor keledai muda, bukan kuda perang. Menunggang keledai syarat makna simbolis; keledai yang taat.

    Peristiwa iman hari ini, menyadarkan kita akan beberapa hal;

    1.      Kita manusia tertambat – terperangkap adalah milik kepunyaan Allah; yang dipakai Allah, bersama dengan Allah untuk masuk dan berjalan di jalan kemenangan. Itulah pesan bagi kita; Tuhan memerlukannya. Yesus menggunakan hidup kita; tangan kaki, mata kita untuk menyebarluaskan kerajaan Allah – Kasih, kebenaran, damai, kesatuan. Tangan yang tidak dipakai untuk mencuri, mulut yang tidak dipakai untuk memaki dan sebagainya.

    2.      Orang banyak memuji Yesus. Mereka memuji sebagai Mesias mereka, Namun Yesus tahu, bahwa pujian mereka hampa. Dia mendengarkan kata-kata mereka, tetapi mengetahui hati mereka. Hati yang bercabang, lidah yang bercabang dan muka yang bertopeng. Pujian mereka berlebihan; melemparkan pakaian di jalan.

    3.      Palma adalah lambang kesuburan lambang kemenangan, yang dipakai untuk menyambut tamu terhormat. Yesus memang tamu terhormat yang harus selalu kita sambut di dalam hidup, bukan dengan sambutan palsu – keramahtamaan yang semu tetapi dalam sikap mendengarkan sabda dan menjalankan perintah Kasih-Nya.🙏 (Rd. Christian Kali, Pr)


  3.  

               Kita baru saja berarak dengan pujian dan  sorak sorai. Sebagai manusia ciptaan, tugas kita adalah memuji karya baik, indah, benar dan istimewa Pencipta. Yesus berkata: Kalo ema ne sia taka ibun, fatuk sia bak tonu naboot Maromak (bdk Luk. 14:40).

    Menghindari Pujian Semu dan Pujian Berlebihan

                Pujian sorak sorai kepada Allah tidak di bangun diatas kesemuan melainkan karena kesadaran pasti akan Allah sebagai pencipta dan penyelamat. Tonu haboot maromak mak nabesi an kaer ukun iha lalean mak as kaliuk (ayt.39).  Menghindari Pujian semu. Pujian semu artinya, kata-kata sangat menyanjung tetapi hati sungguh membatu (dekil). Konkritnya di dalam kerumunan orang Israel di Yerusalem, yang berteriak Hosana Putera Daud, lalu dengan cepat berbalik berteriak Salibkanlah Dia, Dia Menghujat Allah, Dia pantas dihukum mati. Pujian semu – mengandung penolakan, penyangkalan, pengkhianatan dan bahkan pada titik paling ekstrim adalah pembunuhan.  Konkretnya; bisa disaksikan di dalam diri anda; Mama sayang tercantik di dunia, tetapi di balik pujian itu ada kecantikan lain yang bapak sembunyikan.

    Kisah Sengsara – Kesaksian Iman

    Keempat Injil menampilkan Kisah sengsara Yesus, mulai dari perjamuan bersama, pengkhianatan, penyaliban, wafat dam kebangkitan. Kisah sengsara adalah peristiwa Jumat Agung, peristiwa puncak gunung.  Dengan memasuki Yerusalem, Yesus memanggil kita untuk mengandalkan penglihatan iman, menjaga mata jiwa agar tetap tertuju pada kemuliaan Kristus di salib. Di atas puncak kalvari, Allah Bapa mengorbankan Anak-Nya, Maria mengorbankan putera-Nya, dan Yesus mengorbankan seluruh diri-Nya; Tubuh darah jiwa dan keilahian. Beberapa Murid Yesus dan tinggal bersama Yesus di puncak itu.

    Mengapa kisah sengsara ini ditulis begitu panjang? Bukankah kematian seperti itu harus diringkas agar tidak memalukan? Ini tentu bukan sekedar laporan, bukan adegan dalam sebuah sinetron, bukan suatu risalah sandiwara, melainkan suatu kesaksian iman untuk menyadarkan kita akan kasih setia – solidaritas Allah bagi kemanusiaan manusia yang merosot akibat dosa (Tindakan penebusan oleh dari dan melalui Allah).

    Tuhan mengambil jalan Salib untuk meninggikan manusia yang direndahkan oleh karena ketamakan – kesombongan, permusuhan, iri hati dan sebagainya.  Di sinilah kita mengalami betapa dalam, betapa luas, betap tinggi dan besarnya  cinta Allah kepada Manusia. Betapa besar kasih-Nya kepada dunia sehingga ia rela menyerahkan putera-Nya yang tunggal sebagai kurban tebusan dosa (bdk Yoh. 3:8). Cinta Allah selalu bergerak untuk menjumpai, merangkul, memeluk dan mengangkatnya ke tingkat yang lebih tinggi.  Pesan kisah sengsara; jalan kesetiaan menuju kemenangan salib.

    Inilah juga kisah hidup kita manusia; diliputi pengalaman dan peristiwa kejatuhan, penolakan, pembiaran – pengabaian, ada pengkhianatan dan pembunuhan (mental dan fisik).

    Inilah Tubuhku – Inilah Darahku

    Yesus sebelum menderita ia merayakan perjamuan cinta yang agung dengan kedua belas rasul. Ia bertindak sebagai Imam Kurban – memberikan dirinya, hidupnya sebagai makanan dan minuman yang memuaskan ras lapar dan melegakan dahaga. “Tubi ne’e haukan isin mah Ha’u atu klatanbodik emi hotu-hotu. Anggur ween ne’e, hau kan ran mak atu nakduar bodik emi (Luk 22;17,20)

    Inilah Tubuhku-inilah darah ku adalah bukti cinta yang berkurban; bukan sekedar janji manis. Ini adalah kepastian bukan kesangsian. Inilah cinta sejati - yang memberi, cinta yang berkorban dan cinta sampai selesai bukan cinta yang merampas, merampok, mengambil alih.

    Ekaristi; perayaan cinta Tuhan yang merasuki hidup manusia dengan diri-Nya. Bukan dengan darah binatang – atau kurban bakaran lain. Tetapi darah – kurban diri Putra Allah yang sangat mahal.  Ketika Top ada satu bapa bilang bgini; Frater, hau fiit tua ulun sura loron ne mos hau misa ew. Hau jawab, woii ketuas ne o memu diabu nia kan ran.

    Jika Ekaristi begitu kaya, mahal, penting, mengapa kita mengabaikan? Apakah kita layak disebut sebagai manusia (pribadi) ekaristis?

    Salib, Kematian dan Kebangkitan Yesus

    Ada tiga kalimat yang Lukas pakai untuk menunjukkan kemaha-agungan Yesus, sebagai Anak Allah di jalan Salib-Nya.

    1.      Bapa Ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. (Lukas 23:34) Ringkasan tema doa dan pengampunan yang diajarkan yesus kepada para murid-Nya dan juga kepada kita

    2.   Sesungguhnya hari ini juga engkau bersama-sama dengan Aku di dalam firdaus (Lukas 23:43).

    3.      Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku (Lukas 23:46).

    Yesus menerima penderitaan dan wafat-Nya secara mulia. Ia percaya Bapa, selalu ada bersama-Nya, menemani-Nya. Maka jalan Salib-Nya adalah jalan kesembuhan, jalan kemenangan, jalan kemuliaan, jalan Keselamatan dan kehidupan.

    Paus Fransiskus – Tidak ada negosiasi dengan salib; orang bisa memeluknya atau menolaknya; Yesus membuka bagi kita jalan iman dan mendahului kita di jalan itu. Jalan Salib (Via Crucis) kita di era ini adalah – mencintai, berdoa, mengampuni, memerhatikan di dalam satu lingkungan digital. Salib Kristus merupakan mahkota umat Kristiani (Crux Christi Corona Christianorum) – Maka konsekuensinya: Cruci dum spiro fido ( Aku percaya pada salib selagi aku masih hidup).

    Anekdot penutup

    Seorang Romo Muda ditanyai oleh seorang pemuda yang baru selesai studi:  Pemuda; Bapak Romo, kalau Pilatus hidup sekarang, apakah ia terkena Virus  Corona? Romo menjawab pemudi itu katanya; Bro, Pilatus pasti luput dari Virus Corona, karena ia rajin mencuci tangan.  Pemudi    terus bertanya; Lalu, mengapa kerumunan orang yang berteriak itu justru terinfeksi positif virus Corona? Romo yang bijak Itu menjawab; Tentu saja kerumunan itu positif Corona karena air hasil cuci tangan Pilatus disiramkan kepada mereka. Lalu, apakah kerumunan orang itu akan di isolasi mandiri? Pastor menjawab; tidak, mereka justru sedang bersama berpikir bagaimana menyalibkan Yesus sekali lagi. (Rd. Christian Kali, Pr)

                Tuhan Memberkati.


     





  4.                 Injil hari ini menampilkan sosok kewibawaan dan kebijaksanaan dari Yesus ketika berhadapan dengan manusia Farisi dan ahli taurat dan si perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Kewibawaan dan kebijaksanaan Yesus ada pada “diam-Nya” dan “jawaban-Nya”
    • Diam-Nya Yesus

                    Ketika orang membawa si wanita yang kedapatan berbuat zinah dan melaporkan tentang kejadian tersebut sambil meminta jawaban Yesus, Ia diam saja. Mereka mendesaknya dengan berargumen soal perintah Musa yang mengharuskan supaya menghukum mati orang yang kedapatan berbuat zinah dengan cara harus dilempari dengan batu. Yesus tetap diam saja, sambil membungkuk dan menulis dengan jari-Nya di tanah. Apa makna di balik “diamnya” Yesus.

    1.       Supaya orang pun turut diam sambil melihat diri.

    Hanya dalam diam orang bisa masuk ke dalam diri untuk kenal diri, sadar diri dan tahu diri. Siapa dirinya yang sesungguhnya. Apakah saya lebih baik/ buruk  dari orang lain? apakah saya lebih suci dan hina dari orang lain?

    2.       Dalam di Yesus pun bermenung:  sampai kapan manusia terus saling menuduh dan  mempersalahkan?

    Apakah saling tuduh menuduh, salah mempersalahkan  adalah satu keharusan bagi manusia? Bagi Yesus yang berhak untuk mengadili dan menghukum adalah Allah sendiri. Dialah Hakim adil. Sehingga sangatlah rendah manusia di hadapan-Nya kalau sebagai sesama pendosa kita berlomba-lomba untuk saling menghakimi, saling menuduh dan mempersalahkan

    • Jawaban jitu dari Yesus

    “ barangsiapa diantara kamu tidak berdosa hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan ini” . inilah jawaban yang sungguh bijaksana dari Yesus. Ia tidak cepat termakan laporan sepihak dan mempersalahkan pihak lain. jawaban jitu Yesus ini mempunyai makna penyadaran yang sangat mendalam:

    1. Membuat mereka yang merasa diri benar, suci dan saleh langsung sadar diri bahwa mereka juga berdosa yang tidak layak untuk menuduh dan menghukum sesama pendosa 
    2. Membawa perubahan pola pikir dan gaya hidup dari si perempuan  yang berdosa. Jika berdosa maka siap untuk tanggung segala resiko. Maka supaya tidak jatuh dalam  kebinasaan, dia harus bertobat dan berjuang agar tidak melakukan  dosa lagi.

    Sikap diam dan jawaban jitu Yesus ini didasarkan atas Prinsip cinta kasih

    a. Kepada kaum Farisi dan Ahli taurat

    Sekali pun mereka memusuhi Yesus, namun Yesus sendiri tetap menaruh Kasih kepada mereka. Jawaban kasih Yesus menyadarkan mereka untuk lebih semakin jatuh cinta pada kebenaran,  kejujuran dan keselamatan.  Sebab Yesus menginginkan adanya keselamatan bukan kebinasaan.

    b. Perempuan yang berdosa

                    Sekali pun ia secara hukum dianggap bersalah dan berdosa namun ia tetap berharga di mata Tuhan. “Hai perempuan di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau? Jawab perempuan itu, tidak ada,  Tuhan. Kata Yesus “ Aku pun tidak  menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang”. Karena cinta-Nya Tuhan tidak melihat berapa banyak dosa yang dibuatnya, tetapi Tuhan melihat ketulusan hatinya untuk mau kembali (bertobat) guna semakin berharga di mata Tuhan.

    Sampai detik ini, Tuhan masih sangat mengasihi kita. Kehidupan yang  dialami hingga saat ini adalah bukti kebaikan Tuhan kepada kita. Kita telah menerima dan sudah merasakan Kasih Tuhan secara Cuma-Cuma. Maka yang Tuhan minta adalah “balas lah kasih Tuhan kepada sesama dengan tidak saling mempersalahkan, saling memvonis untuk menutup kesalahan diri dan atau membenarkan diri. Sebab sekali pun seseorang itu bersalah, dia juga adalah sesama kita yang patut dikasihi bukan disalahkan dan dihukum. Siapakah  kita sehingga berhak untuk menuduh dan menghukum sesama kita yang bersalah. Suci kah kita darinya. Salehkah kita darinya??   Ukuran cinta kasih yang sejati adalah menaruh cinta kasih tanpa ukuran.